Jakarta – Polri mengungkap kasus dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis biosolar di Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Modusnya, biosolar subsidi yang seharusnya disalurkan ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan, dan Agen Penyaluran Minyak dan Biosolar (APMS) justru dialihkan ke gudang penimbunan ilegal.
“BBM tersebut disalahgunakan dengan cara dibelokkan ke gudang penimbunan tanpa perizinan,” kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, dalam konferensi pers di Aula Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Biosolar subsidi itu kemudian dipindahkan ke mobil tangki yang biasa digunakan untuk mengangkut solar industri. Setelahnya, BBM tersebut dijual kembali dengan harga non-subsidi kepada pelaku usaha tambang dan kapal tug boat atau tongkang.
“Kalau subsidi harganya hanya Rp 6.800 per liter, sementara non-subsidi bisa mencapai Rp 19.300. Jadi selisihnya Rp 12.550 per liter,” ujar Nunung.
Dalam sebulan, para terduga pelaku diperkirakan menimbun dan menjual kembali sekitar 350.000 liter biosolar subsidi, dengan potensi keuntungan mencapai Rp 4,39 miliar. Aksi ini diduga telah berlangsung selama dua tahun, mengakibatkan kerugian negara sementara mencapai Rp 105,42 miliar.
Hingga saat ini, polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus ini, tetapi telah mengantongi empat nama yang diduga terlibat, yakni:
1. BK, pemilik gudang penimbunan ilegal
2. A, pemilik SPBU Nelayan di Poleang Tenggara
3. T, pemilik mobil tangki
4. Seorang pegawai PT Pertamina Patra yang diduga membantu penembusan BBM subsidi
Selain itu, polisi juga telah menyita 10.950 liter BBM subsidi sebagai barang bukti dalam penyelidikan ini.
Sumber: Humas.polri.go.id