LHOKSEUMAWE – Permasalahan pengelolaan sampah di Kota Lhokseumawe kian memprihatinkan. Volume sampah yang terus meningkat tidak sebanding dengan ketersediaan armada pengangkut dan alat berat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gampong Alue Liem, Kecamatan Blang Mangat.
Minimnya anggaran menjadi penyebab utama kendala ini. Armada pengangkut sampah dan alat berat yang ada saat ini sudah dalam kondisi tua dan memerlukan peremajaan segera. Namun, keterbatasan dana membuat upaya tersebut sulit direalisasikan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi B DPRK Lhokseumawe bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Lhokseumawe di Ruang Rapat Gabungan Komisi, DLHK menyampaikan harapan agar DPRK, khususnya Komisi B, dapat mendorong revisi Qanun dan Peraturan Wali Kota (Perwal) terkait sanksi bagi warga yang tidak membayar retribusi sampah.
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi sampah diharapkan meningkat, namun kesadaran masyarakat masih rendah. Oleh karena itu, kami berharap Komisi B DPRK Lhokseumawe mengusulkan revisi Qanun dan Perwal agar ada aturan tegas terkait sanksi bagi yang tidak membayar retribusi,” ujar Kepala DLHK Lhokseumawe, Syuib.
Ketua Komisi B DPRK Lhokseumawe, Julianti, S.Sos, menyatakan dukungannya terhadap usulan tersebut. Menurutnya, regulasi yang lebih tegas diperlukan untuk memastikan pengelolaan sampah berjalan efektif. “Retribusi sampah ini penting untuk kelangsungan pengelolaan sampah kota. Kami akan bahas lebih lanjut revisi Qanun ini bersama Badan Legislasi DPRK Lhokseumawe,” ujar Julianti.
Dalam RDP tersebut, Komisi B DPRK Lhokseumawe dan DLHK merumuskan empat poin penting:
1. Peningkatan PAD Melalui Aplikasi M-Broeh:
DLHK Lhokseumawe telah memperbaiki sistem pemungutan retribusi sampah dengan memperkenalkan aplikasi M-Broeh. Aplikasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi secara online. Namun, rendahnya kesadaran masyarakat bukan semata karena metode pembayaran, tetapi juga karena sebagian retribusi dikelola oleh pemerintah gampong. DLHK berharap ada kerja sama lebih erat dengan pemerintah gampong dalam hal pemungutan retribusi ini.
2. Revisi Qanun dan Perwal untuk Penegakan Sanksi:
DLHK meminta Komisi B DPRK Lhokseumawe agar mengusulkan revisi regulasi yang ada, khususnya Qanun dan Perwal, untuk memasukkan klausul mengenai sanksi tegas bagi masyarakat yang tidak membayar retribusi. Selain itu, dukungan dari DPRK dalam program sosialisasi kebersihan juga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan warga.
3. Peremajaan Sarana dan Prasarana:
DLHK mengakui bahwa armada pengangkut sampah seperti truk, becak motor di kawasan pasar, dan *mini pickup* di gampong-gampong sudah banyak yang tidak layak pakai. Oleh karena itu, peremajaan secara bertahap akan dilakukan, namun tetap membutuhkan dukungan anggaran dari DPRK.
4. Sinergi Berkelanjutan dengan DPRK:
Komisi B DPRK Lhokseumawe dan DLHK berkomitmen untuk terus bersinergi dalam membangun Kota Lhokseumawe, khususnya dalam meningkatkan PAD dari sektor retribusi sampah.
Komisi B DPRK Lhokseumawe berencana merekomendasikan hasil RDP ini kepada Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk segera ditindaklanjuti, mengingat persoalan sampah yang semakin mendesak untuk diatasi.(ADV)