JAKARTA — Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik menilai laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yang meminta seluruh komisioner KPU RI diberhentikan sementara itu mengganggu tahapan pemilihan umum atau Pemilu 2024.
“Saya pikir gugatan tersebut tidak tepat dan bahkan saya pribadi menilai ada indikasi mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilu di mana Bawaslu menginginkan tahapan-tahapan tidak berjalan lancar. Tuntutan yang menurut saya agak aneh sekali ya,” ujar Idham saat dihubungi, Rabu (6/9).
Menurut Idham, basis persoalan yang dilaporkan Bawaslu berada pada Pasal 93 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota terkait akses pembacaan data pencalonan di Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
Idham mengklaim Bawaslu telah mengikuti proses legal drafting PKPU Nomor 10 Tahun 2023 itu mulai dari diskusi kelompok terkumpul, uji publik, rapat konsinyering, rapat konsultasi dengan pembentuk Undang-undang, serta rapat harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang diadakan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
“Bawaslu tahu betul proses perumusan norma Pasal 93 PKPU 10 2023 tersebut. Kalau Bawaslu tidak sependapat terhadap perumusan norma di Pasal 93 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 harusnya dari awal sampaikan hal tersebut secara tertulis dan sampaikan kepada pembentuk UU,” jelas Idham.
KPU, kata Idham, merujuk pada peraturan perundang-undangan lainnya dalam perumusan Pasal 93 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 itu. Peraturan itu ialah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi.
Menurut Idham, KPU tidak dapat disalahkan karena melaksanakan norma dari peraturan yang berlaku.
Lebih lanjut, Idham turut menyinggung Pasal 6 ayat (3) huruf a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Aturan itu menyebut profesionalitas penyelenggara pemilu salah satunya berpedoman pada prinsip kepastian hukum. Idham menilai KPU melaksanakan prinsip kepastian hukum dengan cara melindungi data pribadi para calon anggota legislatif.
Selain itu, Idham juga mengatakan KPU telah bersurat kepada Bawaslu pada 18 Juli 2023.
Ia menyebut KPU mempersilahkan Bawaslu untuk mengakses data dan dokumen pencalonan selama 24 jam apabila ditemukan dugaan pelanggaran di mana bakal calon anggota legislatif menggunakan dokumen pencalonan yang tidak legal.
Kendati demikian, Idham menyebut pihaknya hingga saat ini belum mendapat laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh bakal calon ataupun calon dalam proses pengajuan daftar calon anggota legislatif.
“Sekarang kalau seluruh komisioner diberhentikan sementara, siapa yang melaksanakan tahapan? Bawaslu melakukan jumping logic namanya, logika yang melompat karena Bawaslu tidak pernah menyampaikan temuan pelanggaran administrasi,” tutur Idham.
Dihubungi terpisah, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengaku belum dapat menanggapi pernyataan yang disampaikan Idham tersebut.
“Apa yang sudah kami sampaikan di DKPP merupakan standing kami,” kata Bagja saat dihubungi.
Sebelumnya, Bawaslu meminta DKPP untuk memberhentikan sementara Ketua dan seluruh Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Hal itu disampaikan Bagja ketika mengajukan permohonan dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Ruang Sidang, DKPP, Jakarta, Senin (4/9).
“Para pengadu memohon kepada DKPP berdasarkan kewenangannya untuk memutuskan hal-hal sebagai berikut. Memberikan sanksi pemberhentian sementara kepada teradu Hasyim Asy’ari, sebagai Ketua merangkap Anggota KPU RI, Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik , August Mellaz sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan terhitung sejak putusan ini dibacakan,” jelas Bagja.
Adapun terdapat dua pokok aduan dalam perkara ini.
Pertama, para teradu didalilkan membatasi tugas pengawasan pengadu berkaitan dengan pembatasan akses data dan dokumen pada Sistem Informasi Pencalonan (Silon) serta pembatasan pengawasan melekat pada Bawaslu berkaitan dengan jumlah personel dan durasi pengawasan.
Tak hanya itu, para teradu didalilkan telah melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu, serta PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota.
Mengenai pembatasan akses silon, Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menyatakan pihaknya telah mengirim surat imbauan kepada para teradu tanggal 30 April 2023 yang pada pokoknya menyatakan KPU wajib membuka akses pembacaan data Silon seluas- luasnya kepada Bawaslu. Namun para teradu tidak merespons surat tersebut.
“Para pengadu masih menghadapi pembatasan pelaksanaan tugas pengawasan dan para teradu tidak memberikan respon terhadap surat tersebut serta tidak ada iktikad baik dari para teradu untuk memberikan akses data dan dokumen persyaratan pada Silon secara menyeluruh,” jelas Lolly.
Lalu, para pengadu kembali mengirim surat imbauan kedua yang pada pokoknya menyatakan Bawaslu belum dapat melakukan pengawasan terhadap berkas administrasi Bakal Calon yang terdapat pada Silon.
“Silon yang diberikan para teradu kepada para pengadu hanya dapat melihat halaman depan/beranda. Para Pengadu tidak dapat mengakses fitur data partai politik, data calon, dan penerimaan pada Silon yang digunakan dalam pendaftaran bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota,” ucap Lolly.
Karenanya, pengadu kembali menyurati teradu untuk ketiga dan keempat kalinya. Pada surat keempat, didapat respon yang pada pokoknya menyatakan data dan dokumen yang disampaikan sebagaimana dimaksud memuat informasi yang rahasia.
Para teradu juga menyatakan akan membuka data dan dokumen pencalonan bakal calon apabila Bawaslu menyampaikan nama masing-masing bakal calon yang diduga terjadi pelanggaran Pemilu.
“Dengan terbatasnya akses terhadap data dan dokumen dalam Silon telah menyebabkan para pengadu dalam melakukan tugas pengawasan tidak dapat memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan Bakal Calon serta kegandaan pencalonan Bakal Calon dalam proses Verifikasi Administrasi yang dilakukan oleh Para Teradu, apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelas Bawaslu.[]