Jakarta – Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengungkap sejumlah kerawanan dalam pelaksanaan Pemilu di luar negeri. Bawaslu menyebut Kota Kuala Lumpur, Malaysia merupakan salah satu tempat yang menjadi perhatian khusus pihaknya.
“Ada beberapa wilayah luar negeri yang menjadi perhatian khusus Bawaslu. Pertama adalah daerah yang memiliki potensial pemilih yang besar, kita sebutkan saja Kuala Lumpur yang punya pengalaman menarik tentang ini (Pemilu),” kata Bagja saat sambutan di Hotel Grand Mercure, Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023).
“Kuala Lumpur ada indikasi kecurangan pada saat itu. Pada saat itu Bawaslu meminta pemberhentian Deputy Chief in Mission (DCM) pada saat itu yang menjadi panitia pengawas luar negeri karena ada indikasi melanggar aturan. Jadi akhirnya diberhentikan,” sambungnya.
Bagja juga menyebut beberapa wilayah negara lainnya seperti Jeddah, Hong Kong karena antrean pemilih yang panjang. Bagja juga mengatakan pelaksanaan Pemilu di Kota Sydney, Australia juga tercatat pernah bermasalah.
“Kemudian Jeddah karena antrean dan lain-lain itu juga jadi persoalan, Hong Kong juga demikian. Kemudian beberapa wilayah, yang paling agak bermasalah memang Kuala Lumpur pada saat itu. Jadi kami minta kepada KPU, terhadap PPLN yang hadir di sana untuk bisa mengawasi dengan baik,” tuturnya.
“Kemudian wilayah Sydney karena ada WNA yang berkebangsaan Indonesia. Jadi dia ikut antrean di wilayah TPS membuat gaduh. Jadi itulah yang membuat Sydney gaduh, kita harapkan permasalahan seperti itu bisa direduksi dan tidak menjadi persoalan ke depan,” imbuh Bagja.
Selain itu, Bawaslu juga menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65 yang memperbolehkan kampanye di lembaga pendidikan. Bagja mendorong agar hal ini diatur rinci lewat revisi PKPU terkait kampanye. Terlebih, dari segi pelaksanaan Pemilu di luar negeri.
“Jadi kami berharap juga nanti dalam beberapa hal ke depan, revisi (PKPU) tadi, kerawanan menjelang kampanye karena ada keputusan MK Nomor 65 yang membolehkan kampanye di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah,” ungkapnya.
“Nah nanti ada hubungannya dengan Pemilu luar negeri, pertanyaannya KBRI boleh atau tidak, nanti di KPU yang memutuskan. Kalau seandainya KBRI bisa, bagaimana nanti pengaturannya. Ini juga akan menjadi persoalan dalam revisi PKPU,” sambung dia.[]