Islam merupakan agama mulia yang Allah SWT ciptakan. Di dalam Islam tidak hanya diajarkan tentang tauhid atau akidah saja, tetapi juga berkaitan dengan segala problematika kehidupan manusia.
Diskursus tentang pemimpin selalu menjadi perbicangan, mengingat pembahasannya memiliki relasi yang erat dengan kehidupan. Pembicaraan tentang kepemimpinan tidak akan pernah selesai, dikarenakan ia senantiasa ada selama manusia hidup di atas muka bumi ini. Perjalanan Indonesia menuju negeri yang bersimbol “Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghafur”merupakan impian semua orang. Oleh karena itu untuk menapaki langkah tersebut dibutuhkan pemimpin yang memiliki integritas serta intelekual yang hebat, karna keberlangsungan sebuah negara sangat mengharapkan akan peraturan pemimpin yang bertanggung jawab serta menunaikan keadilan terhadap apa yang mereka janjikan, dan mampu menerapkan kesetaraan dan mengambil keputusan serta kebijakan berdasarkan porsi yang tepat. Untuk demikian, Al-Qur’an telah memaparkan dengan sangat jelas terhadap problematika ini. Adapun ayat- ayat Al-Qur’an yang akan kami bahas dalam tulisan ini yaitu: QS. An-Nisa’ (4): 58, QS. An-Nisa’ (4): 135, dan QS. At-Taubah (9): 7.
Meninjau ayat di atas Allah SWT benar benar memerintahkan kita untuk berlaku adil dan amanah. Kata benar-benar ini selaras dengan pemaknaan kata “sungguh” pada QS. An-Nisa’ (4): 58 yang merupakan taukid atau penguatan dalam ayat ini. Dalam sebuah negara seorang hakim sangat berperan penting terhadap keputusan pengadilan, hakim harus mampu menyesuaikan keadilan sesuai porsinya, tidak melebih lebihkan atau mengurang-ngurangi terhadap sebuah kebijakan.
Menjadi hakim ataupun seorang pemimpin adalah sebuah tanggung jawab dan amanah yang besar, karena ia harus mampu memenuhi akan hak terhadap orang yang berhak. seorang pemimpin ataupun hakim itu sendiri harus menjadikan keadilan sebagai prinsip utama dalam memutuskan sebuah perkara, meskipun jika menegakkan keadilan menimbulkan kemudharatan terhadap diri sendiri, maupun lingkungan sekitar, namun keadilan harus tetap berjalan, hal ini tidak hanya berlaku pada seorang pemimpin saja akan tetapi juga kepada saksi yang memberikan kesaksian. Bahwasanya ketika seseorang menjadi saksi atas sebuah perkara jadilah saksi yang jujur, tidak terpengaruh terhadap material, oleh karna itu keterlibatan pribadi atau emosional tidak boleh menghalangi kita untuk bersaksi secara adil dan jujur. Jangan pernah takut untuk menyuarakan hal yang benar, karena jika kita memenjarakan kesaksian yang haqiqi serta menghamba pada ketakutan maka dengan tidak sengaja kita memperpanjang barisan perbudakan. Bersikap adil dan jujur semata-mata mengharapkan ridha Allah, karna memberikan kesaksian yang adil dan jujur adalah bentuk keta’atan kepada Allah. Dan seruan terhadap keadilan merupakan amanah dari Allah SWT.
Apabila seorang pemimpin itu berlakau adil dan bertanggung jawab atas amanah yang telah dia dapatkan maka jiwa akan merasakan ketenanngan. Ini sesuai dengan ciri-ciri orang beriman, adalah dia yang menegakkan keadilan, dan bertanggung jawab terhadap janjinya, karna Allah SWT menyukai orang-orang yang berlaku adil dan menepati janji. Allah SWT juga mengajarkan kepada kita bahwasanya sikap adil dan amanah merupakan hal penting yang harus ada pada diri manusia, dan tegakkanlah keadilan tanpa memandang status, kekayaan dan jabatan seseorang. Dalam penegakan keadilan tidak hanya berlaku untuk mereka yang berselisih namun juga untuk yang tidak berselisih.
Berbicara keadilan memang sulit sekali dijalani dan diterapkan, ini tidak hanya berlaku pada pemimpin, juga kepada kita yang dipimpin, karena musuh utama dalam menegakkan keadilan adalah hawa nafsu, maka dari itu janganlah lemah. Keadilan patut di perjuagkan, jangan pernah diam terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan perjanjian. Seringkali mereka terjebak dalam labirin kegelapan hanya karena tidak mampu mengontrol nafsunya, hal ini kerap terjadi pada pemimpin-pemimpin yang tengah dihadapkan akan pelunasan perjanjian, namun bagaimana Al-Qur’an mengatur sedemikian rupa terhadap cara menyikapi akan perjanjian tersebut.
Allah SWT telah menjelaskan bahwasanya konsisten terhadap komitmen dalam kesepakatan itu bersifat sangat penting, maka dari itu kewaspadaan dalam membuat perjanjian harus dilandaskan kejujuran dari semua pihak yang terlibat, dan ketegasan serta komitmen sangat dibutuhkan dalam proses perjanjian ini, jika ada diantara mereka yang melanggar komitmen tersebut, maka perjanjian ini tidak bisa diteruskan, namun bila mereka berlaku jujur terhadap perjanjian tersebut maka hendaklah kita berlaku jujur pula terhadap mereka, janganlah membalas kejujuran dengan kedustaan.
Namun realitanya sedikit kemungkinan untuk orang orang musyrik itu menepati janji, karena perjanjian tidak ada terhadap orang orang musyrik. Namun dengan ini semua Sesungguhnya Allah SWT senantiasa berpihak kepada mereka yang menepati janji.Dan dengan semua tantangan keadilan dan kejujuran ini tidak akan menjadikan kita lemah bahkan menghalanginya untuk berlaku adil dan jujur, sesuai janji Nya Allah SWTsangat menyukai orang orang yang berlaku adil dan jujur, maka dari itu jujurlah,jangan pernah abai terhadap aturan yang sudah Allah SWT tetapkan, dan jangan pernah memutar balikkan fakta, karena sebaik sebaik pengajaran adalah empunya semesta alam. Semoga Allah SWT menjadikan kita golongan daripada hamba hamba yang bersifat adil dan jujur. (*).
Isi menjadi tangungjawab penulis